Kamis, 02 Februari 2017


Cinta Nabi. Kalimat sederhana yang begitu dalam maknanya. Dua kata yang bisa membuat orang menebusnya dengan dunia dan seisinya. Karena memang demikianlah hakikinya. Nabi Muhammad ? wajib lebih dicintai dari orang tua, istri, anak, dan siapapun juga.

Flashdisk Yufid.TV
Namun, kecintaan kepada Nabi Muhammad bukanlah sesuatu yang bebas ekspresi. Tetap ada aturan yang indah dan elegan. Tidak boleh berlebihan dan juga menyepelekan. Tidak boleh mengada-ada. Karena beliau begitu mulia untuk dipuja dengan sesuatu yang bukan dari ajarannya.

Allah Swt berfirman,

"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." (QS:An-Nisaa | Ayat: 69).

Imam al-Baghawi rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan, Ayat ini turun terkait dengan kisah Tsauban bin Bujdad radhiallahu anhu bekas budak Rasulullah . Ia sangat mencintai Nabi . Suatu hari ia menemui Nabi , rona wajahnya berbeda. Menyiratkan kekhawatiran dan rasa sedih yang bergemuruh.

Rasulullah bertanya, Apa yang membuat raut wajahmu berbeda (dari biasanya) ?

Aku sedang sakit atau kurang enak badan. Aku hanya berpikir, jika tak melihatmu, aku sangat takut berpisah denganmu. Perasaan itu tetap ada, hingga aku melihatmu. Kemudian aku teringat akhirat. Aku takut kalau aku tak berjumpa denganmu. Karena engkau di kedudukan tinggi bersama para nabi. Dan aku, seandainya masuk surga, aku berada di tingkatan yang lebih rendah darimu. Seandainya aku tidak masuk surga, maka aku takkan melihatmu selamanya, kata Tsauban radhiallahu anhu.

Kemudian Allah ? menurunkan ayat ini.

Mereka Yang Mencintai Nabi

Suatu hari, Abdullah bin Zaid radhiallahu anhu, sedang berkebun di perkebunannya. Kemudian anaknya datang, mengabarkan kalau Nabi telah wafat. Ia berucap, "inalilahi wainalilahi rojiun".

Ya Allah, hilangkanlah penglihatanku. Sehingga aku tidak melihat seorang pun setelah kekasihku, Muhammad. Ia katupkan dua tapak tangannya ke wajah. Dan Allah ? mengabulkan doanya (Syarah az-Zarqani ala al-Mawahib ad-Diniyah bi al-Manhi al-Muhammadiyah, Juz: 8 Hal: 84).

Tak ada pemandangan yang lebih indah bagi para sahabat melebihi memandang wajah Rasulullah ?. Abdullah bin Zaid ingin, pandangan terakhirnya adalah wajah Nabi. Saat memejamkan mata, ia tak ingin ada bayangan lain di benaknya. Ia hanya ingin muncul wajah yang mulia itu.

Bilal radhillahu anhu, seorang sahabat dari Habasyah. Muadzin Rasulullah ?. Cintanya pada sang Nabi terus bertumbuh hingga maut datang padanya. Sadar akan kehilangan Bilal, keluarganya bersedih dan mengatakan, Betapa besar musibah.

Bilal menanggapi, Betapa bahagia! Esok aku berjumpa dengan kekasih; Muhammad dan sahabat-sahabatnya. (Rajulun Yatazawwaju al-Mar-ata walahu Ghairuha, No: 285)

Cinta sahabat Nabi telah membuat kita malu. Cinta mereka begitu tulus. Tak jarang cinta kita hanya mengaku-ngaku.

Al-Hawari, Abdullah bin Zubair. Apabila ada yang menyebut Nabi ? di sisi Abdullah bin Zubair radhiallahu anhu, ia menangis tersedu, hingga matanya tak mampu lagi meneteskan rindu dan kesedihan (asy-Syifa bi Tarifi Huquq al-Musthafa, Hal: 402).

Demikian juga dengan sahabiyat (sahabat wanita). Cinta mereka kepada Rasululllah ? tak kalah hebatnya dari sahabat laki-laki. Ada seorang wanita Anshar; ayah, suami, saudara laki-lakinya gugur di medan Perang Uhud. Bayangkan! Bagaimana perasaan seorang wanita kehilangan ayah, tempat ia mengadu. Kehilangan suami, tulang punggung keluarga dan tempat berbagi. Dan saudara laki-laki yang melindungi. Ditambah, ketiganya pergi secara bersamaan. Alangkah sedih keadaannya.

Mendengar tiga orang kerabatnya gugur, sahabiyah ini bertanya, "Apa yang terjadi dengan Rasulullah ?" Orang-orang menjawab, "Beliau dalam keadaan baik."

Wanita Anshar itu memuji Allah dan mengatakan, "Izinkan aku melihat beliau". Saat melihatnya ia berucap,"Semua musibah (selain yang menimpamu) adalah ringan, wahai Rasullah". (Sirah Ibnu Hisyam, Juz: 3 Hal: 43).

Maksudnya apabila musibah itu menimpamu; kematian dll. Itulah musibah yang berat.

Amr bin al-Ash radhiallahu anhu mengatakan, Taka da seorang pun yang lebih aku cintai melebih Rasulullah. Dan tak ada seorang pun yang lebih mulia bagiku selain dirinya. Aku tidak pernah menyorotkan penuh pandanganku padanya, karena begitu menghormatinya. Sampai-sampai jika aku ditanya, tentang perawakannya, aku tak mampu menggambarkannya. Karena mataku tak pernah memandangnya dengan pandangan utuh. (Riwayat Muslim dalam Kitab al-Iman No: 121).

Sebagaimana kita saksikan, seorang pengawal kerajaan menundukkan wajahnya ketika berbicara dengan sang raja. Karena menghormati dan memuliakan rajanya. Amr bin al-Ash lebih-lebih lagi dalam memuliakan dan mengagungkan Nabi ?.

Adakah pengagungan yang lebih hebat dan lebih luar biasa. Selain pengagungan para sahabat Nabi Muhammad ? terhadap beliau?

Cinta Nabi Harus Mencintai Sahabatnya

Mencintai Nabi ? berkonsekuensi mencintai sahabatnya. Abdullah bin al-Mubarak mengatakan, Ada dua jalan, siapa yang berada di atasnya, ia selamat. Ash-shidqu (jujur) dan mencintai sahabat Muhammad. (asy-Syifa bi Tarifi Huquq al-Musthafa, Hal: 413).

Ayyub as-Sikhtiyani rahimahullah (tokoh tabiin) mengatakan, Siapa yang mencintai Abu Bakar, ia telah menegakkan agama. Siapa yang mencintai Umar, ia telah memperjelas tujuan. Siapa yang mencintai Utsman, ia telah meminta penerangan dengan cahaya Allah. Dan siapa yang mencintai Ali, ia telah mengambil tali yang kokoh. Siapa bagus sikapnya terhadap sahabat Muhammad ?, ia telah berlepas diri dari kemunafikan. Siapa yang merendahkan salah seorang dari mereka, ia adalah seorang ahli ibidah yang menyelisihi Sunnah dan salaf ash-shaleh. Aku khawatir amalnya tidak naik ke langit (tidak diterima), hingga ia mencintai semua sahabat. Dan hatinya bersih terhadap mereka.(ats-Tiqat oleh Ibnu Hibban No:680).

Mencintai Rasulullah ? adalah kedudukan mulia. Umat Islam berlomba-lomba mencintai beliau. Kecintaan kepada beliau menguatkan hati. Gizi bagi ruh. Dan penyejuk jiwa. Mencintai beliau adalah cahaya. Tak ada kehidupan bagi hati kecuali dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Kita melihat orang-orang yang cinta nabi, mata mereka berbinar bahagia. Jiwa mereka syahdu. Hati mereka tenang. Mereka menikmati rasa cinta itu. mereka menjadi mulia di dunia dan berbahagia di akhirat. Mereka tahu bagaimana rasa yang namanya bahagia itu. Keadaan sebaliknya bagi mereka yang tidak mencintai Nabi. Mereka merasakan kegundahan. Jiwa yang hampa. Perasaan yang sakit. Dan rugi.

Dalam Zadul Ma'ad, Ibnul Qayyim rahimahullah, mengatakan, Maksudnya adalah sekadar mana seseorang mengikuti Rasul. Setingkat itu pula kadar kemuliaan dan pertolongan. Sebatas itu pula kualitas hidayah, kemenangan, dan kesuksesan. Allah ? memberi hubungan sebab-akibat, kebahagiaan di dunia dan akhirat adalah dengan mengikuti Nabi. Dia menjadikan kesengsaraan di dunia dan akhirat bagi yang menyelisihi sang Nabi. Mengikutinya adalah petunjuk, keamanan, kemenangan, kemuliaan, kecukupan, kenikmatan. Mengikutinya adalah kekuasaan, teguh di atasnya, kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Menyelisihinya adalah kehinaan, ketakutan, kesesatan, kesengsaraan di dunia dan akhirat.

Renungan

Setelah mengetahui bagaimana hebatnya cinta dan pengagungan para sahabat terhadap Rasulullah ?, tentunya kita semakin bersemangat untuk meneladani cara mereka mencintai Nabi. Cara yang tidak berlebihan dan tidak menyepelekan. Cara mereka mencintai diridhai oleh Nabi.

Mereka menangis, tidak berani menyorotkan pandangan, bahagia dengan keselamatan beliau, dll. tapi mereka tak pernah melakukan perayaan maulid Nabi yang dianggap bukti cinta padanya. Mereka tak pernah merayakan suatu amalan di hari kelahiran sang tauladan yang katanya adalah pengagungan.

Apakah kita yang belajar dari mereka cara mencintai Nabi ataukah sebaliknya?

Demikianlah kita anak-anak akhir zaman. Sering menyebut cinta, tapi kita tak tahu apa artinya mencintai. Akhirnya, semakin marak perayaan, umat tak kunjung juga mengkaji hadits-hadits Nabi. Lihatlah sekitar kita sebagai renungan dan bukti.




0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.

INFO

SAYA MEMBUAT BLOG INI UNTUK MENAMBAH WAWASAN DAN ILMU PENGHETAHUAN TENTANG ISLAM . BAHWA ILMU INI SANGATLAH PENTING UNTUK KALIAN SEMUA DENGAN ILMU INI KALIAN AKAN MENDAPATKAN KESELAMATAN DAN KEBAHAGIAN DI DUNIA MAUPUN DI AKHIRAT. AMIN YA RABBAL ALAMIN.

Followers

Popular Posts

MAKNA ALLAH SWT

Makna ”Allah SWT”:
Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa makna ”Allah SWT” adalah: Allah (Tuhan) yang Mahasuci dan Mahatinggi.

Sebenarnya, SWT (Subhanahu wa Ta’ala) bukan satu-satunya lafaz yang disertakan oleh ummat Islam setelah lafaz ”Allah”. Masih banyak lagi lafaz-lafaz lain, antara lain:
- ’Azza wa Jalla => Allah ’Azza wa Jalla
- Jalla Jalaluh => Allah Jalla Jalaluh
- Tabaroka wa Ta’ala => Allah Tabaroka wa Ta’ala

Semua lafaz tersebut adalah sifat-sifat kemuliaan dan keagungan Allah SWT.

Perlu diperhatikan, meski pun secara bahasa lafaz ”Allah” berarti ”Tuhan”, sebagai seorang muslim kita harus tetap meyakini bahwa ”Allah” adalah nama bagi ”Zat” Tuhan Pencipta dan Pengatur alam semesta ini. Sebab Al-Qur’an sendiri – yang notabenenya wahyu Tuhan – menegaskan bahwa ”Allah” adalah nama bagi Tuhan Pencipta dan Penguasa jagad raya ini. Demikian juga dalam hadits-hadits Rasulullah Muhammad saw.

Wallahu a’lam.