Kamis, 09 Februari 2017

Hasil gambar untuk orang sholat jumat
Assalamualaikum, kembali penulis hadir kehadapan sidang pembaca. Semoga dakwah saya (lewat tulisan) kali ini mendapat tempat di hati antum dan menyejukkan serta menjadi penawar bagi kita pecinta-pecinta bacaan bernafaskan Islam. Karena artikel religius ini dibuat dengan nawaitu, (suatu keinginan) yaitu sebagai sarana syiar dakwah Islam. Saudaraku, shalat jum’at adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan secara berjama’ah. Seminggu sekali yaitu pada hari jum’at lebih kurang jam 12.00 WIB. Tentu saja ketika itu matahari cukup panas, dari Masjid Jami’ Hasbullah berkumandang suara Adzan. Di dalam Masjid para Jama’ah sangat banyak, memenuhi ruangan. Yang datang lebih awal, setelah shalat sunnat tahiyatul masjid mereka duduk dengan tenang menunggu pelaksanaan rangkaian shalat jum’at. Sementara sebagian yang lain, insan – insan beriman (laki-laki) bergegas menuju Masjid ketika mendengar suara Adzan berkumandang. Mereka tinggalkan semua kegiatannya. Pak Ahmad seorang petani sawah, pak Yusuf seorang pegawai kantor, pak Kardi seorang pedagang, pak Karto seorang tukang becak dan lain-lain segera menghentikan pekerjaan mereka, untuk segera mengingat Allah. Mereka dengan status sama : yaitu sebagai hamba-hamba Allah dan dengan penuh khidmat mendengarkan khotbah. Mereka pun berdiri sejajar saat shalat dilaksanakan. Selesai melaksanakan shalat jum’at, mereka (berbaur) kembali melanjutkan pekerjaan masing-masing.
            Demikian itulah orang-orang beriman senantiasa beramal untuk dunianya tetapi tanpa melupakan akhiratnya. Hukum shalat jum’at itu fardhu ’ain bagi setiap muslim yang mukallaf, laki-laki, merdeka, sehat dan bukan musafir.
·               Perhatikan Firman Allah SWT :
”Hai orang-orang yang beriman, apabila diserukan untuk mengerjakan shalat jum’at, maka segeralah kamu pergi mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Demikian yang lebih baik bagimu, kalau kamu mengetahui.” (QS. Al-Jum’at : 9)
            Saudaraku, pengertian shalat jum’at itu adalah shalat dua rakaat yang dilaksankan secara berjamaah setelah dua khotbah, bertepatan dengan waktu Dzuhur pada hari jum’at.
·               Sekarang perhatikan Hadist dari Thariq bin Syihab r.a. yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Hakim :
”Dari Thariq bin Syihab r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : ”Jum’at itu hak kewajiban tiap-tiap muslim (dilakukan) dengan berjama’ah, kecuali bagi yangempat yaitu : hamba sahaya, wanita, anak – anak dan yang sakit.” Diriwayatkan oleh Abu Daud dan ia berkata : ”Thariq tidak mendengar hadist ini dari Nabi SAW.” Dan dikeluarkan pula oleh Hakim dan riwayat Thariq tersebut dari Abu Musa.” (Dikutip dari buku : Fiqih oleh : Drs. Moh. Rifa’i dan Drs. RS Abd Aziz.)
·               Syarat-syarat wajib shalat jum’at sebagai berikut :
1.    Islam, tidak wajib bagi orang yang bukan Islam
2.    Baligh (dewasa), tidak wajib bagi anak-anak
3.    Berakal, tidak wajib bagi orang gila
4.    Laki-laki, tidak wajib bagi perempuan
5.    Sehat, tidak wajib bagi orang sakit atau berhalangan
6.    Bermukim (menetap), tidak wajib bagi orang yang sedang dalam bepergian (musafir)
·               Syarat Syah Shalat Jum’at yaitu Shalat Jum’at menjadi syah dilaksanakan apabila telah memenuhi persyaratan – persyaratan berikut :
a.    Dilaksanakan di tempat yang tetap dan telah menjadi tempat bermukim bagi penduduknya. Jadi tidak perlu mendirikan shalat jum’at di tempat yang bersifat sementara seperti di ladang, kebun, dan sebagainya.
b.    Dilaksanakan secara berjama’ah. Tidak syah shalat jum’at yang dilakukan sendirian. Mengenai bilangan jamaah terdapat perbedaan pendapat.
Att : Menurut Mazhab Syafi’i, jama’ah yang melaksanakan shalat jum’at harus berjumlah 40 orang dan jika tidak terpenuhi maka shalatnya tidak syah.
·               Perhatikan Hadist yang diriwayatkan Imam Abu Daud berikut ini :
”Telah berkata Abdurrahman bin Ka’b : Bapak saya ketika mendengar Adzan hari Jum’at biasa mendo’akan bagi As’ad bin Zararah. Maka saya bertanya kepadanya : ”Apabila mendengar Adzan mengapa ayah mendo’akan untuk As’ad bin Zararah?” menjawab ayahnya : ”Karena dialah orang yang pertama kali mengumpulkan kita untuk shalat jum’at di Desa Hazmin Nabit”. Maka bertanyalah saya kepadanya : ”Berapakah waktu itu orang hadir ?” Ia menjawab : ”Empat puluh orang laki-laki.” (HR. Abu Daud)
·               Dan Hadist dari Jabir r.a. :
”Dari Jabir r.a. ia berkata : ”Sunnah telah berlaku, bahwa pada tiap-tiap empat puluh orang lebih, wajib jum’at.” (Diriwayatkan oleh Daruquthni dengan sanad yang lemah)
Tetapi Mazhab lain berpendapat bahwa jika pengertian Jama’ah telah terpenuhi, maka shalat Jum’at syah. Hal ini disebabkan arti dari istilah Jama’ah itu sendiri, yaitu Jamak (banyak atau lebih dari dua orang) jadi menurut pendapat ini, shalat jum’at syah meskipun hanya di kerjakan oleh tiga orang termasuk imam. Wallahu a’lam bissawab!
            Saudaraku, sidang pembaca. Terlepas dari perbedaan pendapat ini, dalam kitab suci Al-Qur’an tidak diterangkan bahwa syahnya shalat jum’at harus sekian orang yang hadir. Namun andaikata jumlah 40 orang yang hadir dalam shalat jum’at di jadikan syarat shalat jum’at. Maka bagi masyarakat di Indonesia pada umumnya tidak mengalami kesulitan, karena hal itu (jumlah umat yang shalat jum’at di Masjid – masjid di Republik ini) pada umumnya telah terpenuhi.
c.    Dikerjakan pada waktu Dzuhur, sebanyak dua rakaat :
·               Bersabda Rasulullah SAW :
”Dari Anas r.a. berkata : Rasulullah SAW shalat jum’at diwaktu telah tergelincir matahari.” (HR. Ahmad dan Bukhari)
·               Dan Hadist Nabi SAW berikut ini :
Salmah bin Al-Akwa’u berkata : ”Kami shalat jum’at bersama Rasulullah SAW di ketika matahari gelincir, kemudian kami pulang dengan mencari-cari teduh.” (HR. Bukhari dan Muslim)
d.    Di dahului dengan dua khotbah yang dilakukan dengan cara berdiri dan duduk antara keduanya :
·               Perhatikan Hadist Rasulullah SAW :
”Jabir bin Samurah r.a. berkata : ”Rasulullah SAW biasa berkhotbah berdiri dan duduk diantara dua khotbah.” (HR. Ahmad dan Muslim)
·               Rukun dua khotbah jum’at terdiri dari :
1.    Mengucapkan tahmid (pujian) kepada Allah SWT dan sanjungan kepada Nabi SAW.
·               Bersabda Rasulullah SAW :
”Setiap pembicaraan yang tidak dimulai dengan pujian kepada Allah, maka ia terputus.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)
2.    Membaca Syahadat
·               Rasulullah SAW bersabda :
”Khotbah yang didalamnya tidak di ucapkan syahadat, seperti halnya tangan yang buntung.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)
3.    Berwasiat kepada jama’ah agar bertakwa
4.    Membaca Al-Qur’an (paling sedikit satu ayat)
5.    Mendo’akan semua orang mukmin laki-laki dan perempuan, yang masih hidup maupun sudah meninggal
·               Apa saja sunnat-sunnat shalat jum’at itu ? :
Sebelum berangkat ke Masjid ada beberapa hal yang sunnat dilakukan dan yang dimaksudkan dengan sunnat shalat jum’at itu adalah hal-hal yang sunnat dilakukan sebelum berangkat maupun sesudah berada di Masjid sebelum khotbah di mulai, seperti berikut :
1.    Mandi dulu sebelum berangkat ke Masjid
·               Rasulullah SAW bersabda :
”Barangsiapa yang mandi hari jum’at kemudian mendatangi shalat jum’at dan bersembahyang sekekadar kuasanya serta diam mendengar khotbah sampai selesai, kemudian ia bersembahyang bersamanya, maka diampunilah dosa-dosanya yang terdapat diantara jum’at itu dengan jum’at berikutnya di tambah tiga hari.” (HR. Muslim)
2.    Berhias dan memakai pakaian yang sebaik-baiknya, di utamakan yang berwarna putih.
3.    Memakai wangi-wangian
·               Perhatikan hadist Nabi SAW :
Salman r.a. berkata : Rasulullah SAW bersabda : ”Tiada seorang yang mandi di hari jum’at dan bersuci sedapatnya, kemudian berminyak dan berharum-harum sedapatnya kemudian keluar ke Masjid. Dan tidak memisahkan antara dua orang yang telah duduk, lalu sembahyang sunnat sedapatnya. Kemudian bila imam telah berkhutbah mendengar dan memperhatikan, melainkan dapat dipastikan akan diampunkan baginya dosa yang terjadi hari itu dengan jum’at yang lalu.” (HR. Bukhari)
4.    Memotong kuku, memotong kumis dan rambut
5.    Bersegera ke Masjid
6.    Membaca Al-Qur’an atau berdzikir sebelum khotbah lebih baik jika membaca surat Al-Kahfi
·               Perhatikan Hadist Rasulullah berikut ini :
”Rasulullah SAW bersabda : ”Barang siapa membaca surat Al-Kahfi pada hari jum’at cahaya antara dua hari jum’at akan menyinarinya.” (HR. Hakim)
7.    Menempatkan diri pada shaf paling depan yang masih kosong
8.    Melaksanakan shalat tahiyatul masjid
9.    Duduk itikaf sambil memperbanyak membaca Al-Qur’an atau berdzikir atau membaca shalawat atas Nabi.
·               Sesuai sabda Rasulullah SAW :
”Rasulullah SAW bersabda : ”Hendaklah kamu perbanyak membaca shalawat atasku, Allah akan memberinya sepuluh barokah.” (HR. Baihaqi)
·               Apa yang dimaksud dengan halangan shalat jum’at itu ?
         Saudaraku, sidang pembaca, melaksanakan shalat jum’at hukumnya wajib. Akan tetapi, bila ada halangan-halangan yang di izinkan oleh agama maka boleh tidak menyelenggarakannya. Yang dimaksud halangan ialah adanya hal-hal yang menyulitkan untuk menyelenggarakan shalat jum’at. Bagi mereka yang berhalangan melakukan shalat jum’at, tetap diwajibkan melakukan shalat Dzuhur seperti biasa. Adapun halangan – halangan tersebut sebagai berikut :
1.        Sakit.
Orang yang sedang sakit tidak wajib melaksanakan shalat jum’at.
·               Rasulullah SAW bersabda :
”Shalat jum’at itu hak yang wajib dikerjakan oleh setiap orang Islam dengan berjama’ah, kecuali atas empat macam yaitu : hamba sahaya, perempuan, anak-anak dan orang sakit.” (HR. Abu Daud dan Hakim)
Berdasarkan Hadist diatas dapat diisimpulkan bahwa selain sakit, yang termasuk halangan shalat jum’at antara lain :
a.    Hamba Sahaya
b.    Perempuan
c.    Anak-anak
2.        Hujan
Apabila sedang hujan lebat sehingga menyulitkan seseorang untuk pergi shalat jum’at, maka termasuk udzur (halangan) yang diperbolehkan oleh syara’
·              Perhatikan Hadist Nabi SAW :
Sesungguhnya shalat jum’at itu wajib, tetapi saya tidak suka membiarkan kamu keluar berjalan di lumpur dan tempat yang licin.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan menurut sebagian ulama, hujan ini kemudian dikiaskan pada tiap-tiap yang menimbulkan kesulitan menyelenggarakan shalat jum’at, sehingga menjadi sebabkebolehan seseorang meninggalkan shalat jum’at. Wallahu a’lam Bissawab !
·              Bagaimana Kalau kita Ketinggalan Shalat Jum’at ?
         Makmum yang terlampat (makmum masbuq) dalam menjalankan jum’at yakni hanya dapat berjama’ah shalat jum’at satu rakaat saja hendaklah iamenambah shalatnya satu rakaat lagi dan shalatnya dihukumkan seperti shalat jum’at yang sempurna.
·              Perhatikan Hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Nasa’i, Ibnu Majah dan Daruquthni :
”Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : ”Barangsiapa yang keburu (kebagian) sembahyang jum’at dan lainnya satu rakaat, hendaklah ia tambah kekurangan rakaatnya, maka ia telah menyempurnakan sembahyangnya.” (Hadist ini adalah Riwayat Daruquthni dengan Sanad yang shahih tapi Abu Hatim menguatkan mursalnya)
         Sementara makmum yang tidak dapat berjamaah mencapai satu rakaat, hendaklah meneruskan shalatnya empat rakaat dan shalatnya menjadi shalat Dzuhur dan niatnya tetap shalat jum’at. Dan bagi laki-laki yang ketinggalan shalat jum’at tanpa udzur wajiblah atasnya sembahyang dzuhur. Dan tidak syah sembahyang dzuhurnya ini jika dilakukan sebelum selesainya orang melakukan shalat jum’at (lihat kitabul ummi juz I halaman 90)
·              Kemudian bagaimana kalau kebetulan hari jum’at bertepatan dengan dua hari raya, yaitu hari raya Idhul Fitri dan hari raya Idhul Adha ?
Apakah kita akan shalat Idhul Fitri atau shalat Idhul Adha pagi hari, kemudian kita shalat jum’at pada siang harinya? Beberapa pendapat setentang shalat jum’at yang jatuh bertepatan dengan dua hari raya ini sebagai berikut :
Ada yang berpendapat, maka gugurlah tuntutan wajib sembahyang jum’at bila kita telah mengerjakan sembahyang hari raya Idhul Fitri atau hari raya idhul Adha.
·              Sebagaimana tersebut keterangan ini :
”Dari Zaid bin Arwam r.a. berkata ia : Pernah aku mengalami beserta Nabi SAWdua hari raya yang bertepatan, lalu disembahyangkannya hari raya id itu, kemudian diberinya kelonggaran tentang sembahyang jum’at dengan mengatakan : ”Siapa – siapa yang hendak sembahyang maka sembahyanglah.” (HR. Abu Daud dan Nasa’i)
·              Dan Hadist berikut ini :
”Dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah SAW telah berkata ia : ”Sesungguhnya telah berkumpul pada hari mu ini dua hari raya maka siapa yang menghendakimencukupilah kepadanya sembahyang hari raya ini, ganti sembahyang jum’at sedang kami terus juga mengerjakannya.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
         Dari keterangan ini maka kita dapat memperoleh pengertian bahwa seorang muslim boleh meninggalkan shalat jum’at jika pada hari itu adalah hari raya. Tetapi yang terbaik adalah dengan tetap bershalat jum’at meskipun pada pagi harinya telah bershalat hari raya. Ini diambil dari pendapat Rasulullah SAW pada Hadist yaitu : ”Kami akan bershalat jum’at bersama-sama.” (Dikutip dari buku Fiqihuntuk Madrasah Aliyah oleh Drs. Moh. Rifai dan Rs Drs. Abd Aziz)
            Adapun pendapat yang mengatakan bahwa sembahyang jum’at tidakgugur wajibnya walaupun berkumpul pada hari itu salah satu dari dua hari raya adalah mahzab Imam Syafii.
·              Dari Hadist yang di ucapkan oleh Sayyidina Usman bin Affan di dalam Khatbahnya sebagai berikut :
”Dari Usman r.a. bahwasanya ia pernah berkata didalam khutbahnya : ”Hai manusia! Sesungguhnya ini adalah sesuatu hari yang sesungguhnya telah berkumpul bagimu padanya dua hari raya maka siapa-siapa yang ingin menunggu sembahyang jum’at dari orang-orang desa (orang-orang pegunungan) maka boleh ia menunggu. Maka siapa-siapa yang ingin hendak pulang, maka sudah aku izinkan baginya.” (HR. Bukhari)
Dengan Hadist ini berfatwa Imam Syafii, bahwa sembahyang jum’at tidak gugur wajibnya, walaupun berkumpul pada hari itu salah satu dari dua hari raya sebabyang di izinkannya hanya orang yang jauh tinggal di desa (orang pegunungan) dan bukan orang yang tinggal di kota yang dekat ke Masjid. Wallahu a’alm Bissawab !.
            Setelah kita mengetahui beberapa syarat, rukun dan hal-hal yang berkaitan dengan shalat jum’at. Tidak berkelebihan kiranya kalau penulis mengingatkan akan pentingnya kedudukan khotbah jum’at bagi kesempurnaan ibadah jum’at
·              Perhatikan beberapa hadist Nabi berikut ini :
”Apakah engkau berkata kepada temanmu pada hari jum’at : ”Diam” sewaktu khotib berkhotbah maka sesungguhnya telah rusaklah ibadah jum’atmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
·              Dan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad :
”Barangsiapa yang berbicara di hari jum’at pada ketika Imam berkhotbah maka ia seperti keledai yang memikul kitab. Dan orang yang mengingatkan orang itu dengan kata ”diam” maka tidak sempurnalah jum’atnya.” (HR. Ahmad)
Dari kedua Hadist Nabi SAW tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa betapa pentingnya bersikap tenang, khidmat, khusu’ mendengarkan khotib membacakan khotbahnya. Tidak boleh berbicara, berbisik-bisik, apalagi bersenda gurau dengan sesama jama’ah sebab hal ini akan menyebabkan (menjadikan) shalat jum’at kita sia-sia.
·              Bagaimana hukum meninggalkan shalat jum’at ?
Bagi seorang muslim yang dikenakan kewajiban jum’at, lalu menggagalkannya (meninggalkannya) maka akan dicap sebagai orang yang munafiq.
·              Rasulullah SAW bersabda :
”Barangsiapa yang meninggalkan shalat jum’at sampai tiga kali berturut-turut tanpa udzur, niscaya Allah akan tutup hatinya.” (HR. Dailani)
·              Bersabda Rasulullah SAW :
”Barangsiapa yang meninggalkan shalat jum’at sampai tiga kali karena menganggap enteng, maka Allah akan menutup mata hatinya.” (HR. Lima Ahli Hadist, juga ririwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah dari Jabir seperti itu dan disyahkan oleh Ibnu Sikkin)
·              Dan Hadist dari Abu Hurairah r.a. dan Umar r.a. bahwa keduanya mendengar Nabi SAW bersabda :
””Hendaklah kaum-kaum itu berhenti dari perbuatan mereka meninggalkan shalat jum’at atau kalau tidak pasti Allah akan menutup hati-hati mereka, kemudian mereka akan termasuk ke dalam golongan orang-orang lalai.” (HR. Muslim, Ahmad dan Nasa’i dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas)
         Saudaraku, sidang pembaca yang budiman. Sampai disini saya sudahi dulu dakwah saya (lewat tulisan) semoga bermanfaat. Terima kasih atas segala perhatian serta mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Waafwa minkum wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.

INFO

SAYA MEMBUAT BLOG INI UNTUK MENAMBAH WAWASAN DAN ILMU PENGHETAHUAN TENTANG ISLAM . BAHWA ILMU INI SANGATLAH PENTING UNTUK KALIAN SEMUA DENGAN ILMU INI KALIAN AKAN MENDAPATKAN KESELAMATAN DAN KEBAHAGIAN DI DUNIA MAUPUN DI AKHIRAT. AMIN YA RABBAL ALAMIN.

Followers

Popular Posts

MAKNA ALLAH SWT

Makna ”Allah SWT”:
Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa makna ”Allah SWT” adalah: Allah (Tuhan) yang Mahasuci dan Mahatinggi.

Sebenarnya, SWT (Subhanahu wa Ta’ala) bukan satu-satunya lafaz yang disertakan oleh ummat Islam setelah lafaz ”Allah”. Masih banyak lagi lafaz-lafaz lain, antara lain:
- ’Azza wa Jalla => Allah ’Azza wa Jalla
- Jalla Jalaluh => Allah Jalla Jalaluh
- Tabaroka wa Ta’ala => Allah Tabaroka wa Ta’ala

Semua lafaz tersebut adalah sifat-sifat kemuliaan dan keagungan Allah SWT.

Perlu diperhatikan, meski pun secara bahasa lafaz ”Allah” berarti ”Tuhan”, sebagai seorang muslim kita harus tetap meyakini bahwa ”Allah” adalah nama bagi ”Zat” Tuhan Pencipta dan Pengatur alam semesta ini. Sebab Al-Qur’an sendiri – yang notabenenya wahyu Tuhan – menegaskan bahwa ”Allah” adalah nama bagi Tuhan Pencipta dan Penguasa jagad raya ini. Demikian juga dalam hadits-hadits Rasulullah Muhammad saw.

Wallahu a’lam.