Minggu, 29 Januari 2017

 
kisah berikut ini adalah kisah tak biasa dan jarang dibahas, padahal ini adalah kisah unik nan inspiratif, menggelikan dan penuh hikmah, dimana surga memang tak diperuntukan bagi orang-orang yang sempurna secara fisik saja, namun lebih dikedepankan oleh kesempurnaan akhlaknya.
Ummu Aiman, adalah mantan budak Rasulullah yang sudah dimerdekakan, dan menjadi pengasuh Rasulullah sejak beliau kecil sampai dewasa. Rasulullah sangat menghormati Ummu Aiman, sampai-sampai beliau kadangkala menyebutkannya dengan kata:”Wahai Ibu” Beliau sering mengatakan bahwa Ummu Aiman adalah anggota keluarganya yang masih tersisa, atau disebutnya sebagai ibunya setelah ibunya wafat.
Ummu Aiman sangat menyanyangi Rasul, dari kecil diasuhnya dengan penuh kasih sayang. Dan setelah beliau diangkat menjadi Rasul beliau pernah berkata,”Barangsiapa yang ingin menikah dengan wanita ahli syurga, maka hendaklah ia menikahi Ummu Aiman”. Mendengar sabda beliau, Zaid bin Haritsah segera menikahinya, dan dari perikahannya lahirlah Usamah bin Zaid yang sangat disayangi Rasulullah.
Ada satu cerita menarik ketika Ummu Aiman sebagai angkatan pertama yang ikut hijrah, ia diberi Allah suatu mukjizat. Saat itu dalam keadaan panas terik menyengat, dan ia dalam keadaan puasa. Seorang wanita berjalan kaki ber ratus-ratus kilometer, tanpa bekal. Ia berada pada kondisi yang tidak baik. Sangat kehausan. Pada saat berbuka, tiba-tiba Allah menurunkan timba dari langit yang penuh air dengan seutas tali putih. Dan ia meminumnya sampai puas. Dalam sebuah riwayat, ia tak merasakan haus lagi dihari lain saat berpuasa walau dalam keadaan panas yang ekstrem sekalipun.
Sebagai penghormatan padanya ia diperlakukan seperti ibunya sendiri. Pada suatu kesempatan ia pernah meminta pada Rasul,”Wahai Rasulullah bawalah aku...” itu kalimat pertanda bahwa ia ingin ikut kemana Rasul pergi. “Baiklah, saya akan membawamu dengan naik anak unta” jawab Rasulullah. “Aku tak mau naik anak unta wahai Rasulullah, karena tak sanggup menahan beban berat tubuhku...” kata Ummu Aiman dengan nada yang tak mengerti apa yang dimaksud Rasulullah itu. “Aku tidak mau, selain membawamu dengan anak unta...” kata Rasul bersikukuh. Tentu saja beliau bergurau, namun hal itu adalah benar. Bila diperhatikan kata Rasul yang cerdas ini tidaklah salah. Bukankah semua anak unta adalah pastilah anak unta yang lain?
Yang tak diketahui banyak orang, bahwa ummu Aiman adalah orang yang cadel, yakni susah bicara pada kosa kata tertentu. Dan ini malah beberapa kali terkesan menggelikan Rasulullah kalau mendengarkan nada bicaranya.
Suatu saat ia pernah mencoba mensupport kaum muslimin yang akan menuju perang Hunain. Ia adalah seorang wanita yang bersemangat. Lalu ia berkata,”Sabatallohu aqdaamakum” dengan arti Semoga Allah memutus langkah kalian. Tentu saja kalimat ini bila diucap orang yang normal akan sangat berbahaya, melemahkan atau justru menjerumuskan.
Mendengar hal tersebut, Rasul tidak marah, namun menyuruh wanita itu diam. “Diamlah engkau, Wahai Ummu Aiman, sebab engkau adalah wanita yang cedal”. Karena sebenaranya kalimat yang harus diucapkan adalah,”Tsabbatallohu aqdaamakum” yang artinya semoga Allah meneguhkan langkah kalian.
Atau saat ia datang kepada Rasulullah dengan mengucap “Salaamun laa ‘alaikum” artinya, semoga keselamatan tak terlimpahkan kepadamu. Padahal yang seharusnya di ucapkan adalah “Assalamu’alaikum”yang berarti semoga keselamatan tetap terlimpahkan kepadamu.
Ummu Aiman juga wanita gagah berani, walau sudah berumur, ia berusaha mengambil bagian dalam medan perang. Perang demi perang dilaluinya. Dari Perang Uhud, saat ia berusaha memanah sekuat tenaga, memberi minum pasukan yang kehausan, dan mengobati yang terluka. Ia juga mengikuti Rasul dalam perang Khaibar.
Setelah Rasulullah wafat, Abu Bakar dan Umar ingin mengunjungi wanita tua itu, sebagaimana Rasulullah sering melakukannya. Namun yang didapati keduanya, wanita itu malah menangis. Abu Bakar dan Umar tidak paham kenapa ia dikunjungi tidak bahagia malah menangis. “Apa yang membuatmu menangis, bukankah disisi Allah tempat yang lebih baik bagi Rasul-Nya?” tanya mereka,“Aku menangis bukan tidak tahu bahwa tempat di sisi Allah adalah lebih baik bagi Rasulullah saw. Aku menangis karena wahyu sudah terputus dari langit”. Mendengar jawaban lugas dari Ummu Aiman, menyebabkan dua sahabat Rasul itu, malah ikut menangis.
Ummu Aiman wafat bertepatan 20 hari setelah wafatnya Umar. Ia adalah sosok dari kalangan sederhana namun sangat dihormati Rasul. Apapun ingin dilakukan demi agama yang diyakininya benar. Ia tak peduli tubuhnya yang renta, kondisi fisiknya yang menurun untuk turut sumbangkan apa saja yang mampu. Bahkan kekurangan dalam dirinya, yang tak bisa berkata-kata lancar karena ia cadel, tak masalah baginya. Semangat hidup sangat menyala dalam dirinya. Mengisi hari tua dengan sesuatu yang bermanfaat. Ia adalah wanita Cadel yang dijamin masuk Jannah oleh-Nya.
Apalagi ibrah yang tak bisa kita ambil dari ini? Semoga Allah meneguhkan kita yang sehat dan sempurna secara fisik untuk dimudahkan menjalankan kegiatan agama dan memperbagus akhlak. Karena, nyatanya Allah tak melihat kekurangan dari kita namun akhlak yang sempurna, mencintai-Nya melebihi apapun juga.

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.

INFO

SAYA MEMBUAT BLOG INI UNTUK MENAMBAH WAWASAN DAN ILMU PENGHETAHUAN TENTANG ISLAM . BAHWA ILMU INI SANGATLAH PENTING UNTUK KALIAN SEMUA DENGAN ILMU INI KALIAN AKAN MENDAPATKAN KESELAMATAN DAN KEBAHAGIAN DI DUNIA MAUPUN DI AKHIRAT. AMIN YA RABBAL ALAMIN.

Followers

Popular Posts

MAKNA ALLAH SWT

Makna ”Allah SWT”:
Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa makna ”Allah SWT” adalah: Allah (Tuhan) yang Mahasuci dan Mahatinggi.

Sebenarnya, SWT (Subhanahu wa Ta’ala) bukan satu-satunya lafaz yang disertakan oleh ummat Islam setelah lafaz ”Allah”. Masih banyak lagi lafaz-lafaz lain, antara lain:
- ’Azza wa Jalla => Allah ’Azza wa Jalla
- Jalla Jalaluh => Allah Jalla Jalaluh
- Tabaroka wa Ta’ala => Allah Tabaroka wa Ta’ala

Semua lafaz tersebut adalah sifat-sifat kemuliaan dan keagungan Allah SWT.

Perlu diperhatikan, meski pun secara bahasa lafaz ”Allah” berarti ”Tuhan”, sebagai seorang muslim kita harus tetap meyakini bahwa ”Allah” adalah nama bagi ”Zat” Tuhan Pencipta dan Pengatur alam semesta ini. Sebab Al-Qur’an sendiri – yang notabenenya wahyu Tuhan – menegaskan bahwa ”Allah” adalah nama bagi Tuhan Pencipta dan Penguasa jagad raya ini. Demikian juga dalam hadits-hadits Rasulullah Muhammad saw.

Wallahu a’lam.